Halo teman tani !! Ada hal yang perlu Mas Par sampaikan kepada semua petani Indonesia dan petani Banyumas khususnya perihal keberadaan padi varietas padi lokal. Karena revolusi pangan yang selalu digencarkan oleh pemerintah (tanam padi umur pendek dan produksi tinggi) sehingga kira sejenak terlupakan dengan kualitas pangan kita. Varietas padi lokal yang notabene mempunyai kualitas gizi, aroma dan cita rasa lebih tinggi telah tersingkirkan. Memang berat tanggung jawab petani Indonesia “harus menanggung beban pangan seluruh rakyat Indonesi yang semakin usang semakin banyak”. Menurut Mas Par itu pekerjaan yang sangat sangat mulia.
Kembali ke Judul… Karena manuver pemerintah yang mengedepankan produksi padi menciptakan berubahnya pola pikir petani perihal padi lokal. Mereka berfikir padi lokal yakni padi kuno, padi yang rendah produksi dan berumur panjang serta tidak perlu dikembangkan lagi. Mereka lupa bahwa padi lokal yakni kekayaan tanah Indonesia, yang mempunyai kualitas pangan lebih tinggi daripada hanya sekedar mengenyangkan perut. Padi yang relatif adaptif terhadap lingkungan kita sehingga mempunyai sifat tahan hama penyakit serta tidak rakus pupuk kimia. Sebetulnya inilah varietas padi yang lebih cocok untuk kita budidayakan secara organik. Selain itu padi lokal biasanya mempunyai sifat unggul tertentu sebagai ciri khasnya, misal hitam, merah, wangi, pulen dll.
inilah goresan pena yang saya kutip dari harian bunyi merdeka :
Sebanyak 13 varietas padi lokal Banyumas terancam punah jawaban tidak diperdayakan secara intensif.
13 varietas padi lokal Banyumas tersebut adalah:
-
Padi Hitam
-
Padi Gandamana
-
Padi Kidangsari
-
Padi Konyal
-
Padi Cere Unggul
-
Padi Cere Kuning
-
Padi Sari Wangi
-
Padi Pandan Wangi
-
Padi Mentik Wangi
-
Padi Mentik
-
Padi Mendali
-
Padi Sri Wulan
-
Padi Wangi Lokal.
''Beras dari jenis padi itu, sebelum ditemukan jenis padi IR telah menjadi primadona masyarakat Banyumas. Terutama jenis Gandamana atau padi Grendeng,'' kata Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Ir Djoko Wikanto, di sela Sarasehan Kelompok Tani se-Banyumas di Balai Benih Bojongsari Kecamatan Kembaran, kemarin.
Saat ini, varietas tersebut hanya sanggup dijumpai pada daerah-daerah tertentu di pelosok Banyumas. Itu pun populasinya sangat sedikit dan terbatas. Jenis padi Hitam, Konyal, Cere Unggul, Cere Kuning benihnya masih ada di Grumbul Kalipagu Desa Ketenger Kecamatan Baturraden.
Varietas Gandamana, Kidangsari, Sari Wangi, Pandan Wangi, Mentik, Mendali, Sri Wulan ditemukan di Desa Glempang Kecamatan Pekuncen. Dan, varietas Mentik Wangi dan Wangi Lokal benihnya didapat dari Fakultas Pertanian Unsoed.
''Benih-benih varietas itu jumlahnya sangat terbatas. Pencariannya pun harus hingga ke pelosok lereng gunung, menyerupai ke Kalipagu yang berada di lereng Gunung Slamet,'' kata Ir Eri Praharto, Seksi Pelaksana Pelestarian Padi Lokal.
Dikembangkan Lagi
Agar ketiga belas varietas tersebut tidak punah, kini varietas itu tengah dikembangkan di Balai Benih Bojongsari. Dua varietas di antaranya, yaitu Mentik Wangi dan Wangi Lokal telah memasuki masa panen, alasannya usia masa tanamnya sama dengan padi jenis IR.
''Upaya ini hanya untuk menguri-uri varietas lokal. Bukan untuk menggalakkan supaya petani kembali menanam padi lokal itu,'' ujar Djoko.
Kepala UPTD Balai Benih Ir Suwarseno menjelaskan, kecuali Mentik Wangi dan Wangi Lokal, varietas lokal lainnya rata-rata berumur panjang antara 5 dan 6 bulan, termasuk masa menyemai benih.
''Ini yang menciptakan enggan para petani menanamnya alasannya butuh waktu lama, sementara kebutuhan pangan secepatnya harus dipenuhi,'' kata dia.
Dicontohkan, di areal 9 hektare milik balai benih, semenjak 29 Desember 2002 telah ditanam secara serentak varietas IR dan lokal. Ternyata, ketika varietas IR memasuki panen simpulan Maret ini, untuk varietas lokal gres memasuki masa berbuah. ''Sekarang varietas IR sudah panen tapi untuk varietas lokal masih menunggu 1 hingga 2 bulan lagi,'' ujarnya.
Selain itu, yang membedakan dengan jenis IR, varietas lokal batang padi sangat tinggi. ''Bila dibandingkan, hingga dikala panen maka ketinggian padi lokal sama dengan tinggi orang dewasa,'' jelasnya.
Kholik (63), petani dari Sidomulih Kecamatan Rawalo mengakui, jika padi lokal Banyumas tersebut rasanya pulen dan buket sekali.
(sumber:www.suaramerdeka.com)
Lalu bagaimana kita selaku petani Indonesia menyikapinya
Alangkah bijaksananya kita sebagai petani Indonesia, disamping keseriusan kita dalam meningkatkan produksi pangan nasional kita juga melestarikan padi-padi lokal tersebut. Mas Par yakin suatu dikala nanti kita niscaya akan back to nature, kita kembali ke alam kita akan disadarkan kembali untuk memproduksi padi-padi lokal tersebut. Oleh alasannya itu Mas Par melalui Gerbang Pertanian ini menyarankan coba sisihkan sebagian kecil lahan kita untuk memproduksi dan melestarikan padi-padi lokal tersebut secara organik, dan tentunya untuk kita konsumsi sendiri supaya petani Indonesia dan keluarganya semakin sehat.
dan Sisanya……
kita jual aja dengan harga yang lebih tinggi dari beras biasa.
!
Mas Par
Comments
Post a Comment